Rabu, 29 September 2010

Surplus atau Defisit Sebuah Pilihan Kebijakan

                                                                 SURPLUS ATAU DEFISIT
                                                              SEBUAH PILIHAN KEBIJAKAN
                                                                     Adrianus F. Parera,S.E.,M.Si





Sejalan dengan terjadinya perubahan system administrasi pemerintahan akibat krisis ekonomi tahun 1997, kebijakan penganggaran mengalami perubahan yang sangat mendasar pula, kebijakan dimulai dengan penyusunan APBD sebagai akibat pemberian otonomi. APBD disusun dengan pendekatan kinerja bukan pada pendekatan berimbang.Pendekatan kinerja adalah satu system penganggaran yang berorientasi pada hasil atau output dari alokasi dana yang tersedia sesuai dengan PP 105Tahun 2000.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keungan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mempunyai beberapa fungsi yaitu fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilisasi. Berbeda dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 membedakan fungsi APBN dan APBD. Menurut ketentuan ini dalam penjelasan umum menyatakan bahwa fungsi distribusi dan stabilisasi lebih efektif dijalankan oleh pemerintah sedangkan fungsi alokasi oleh pemerintah daerah. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian.
Peranan daerah secara keseluruhan adalah sama besarnya dari segi belanja pemerintah.Sekitar sepertiga dari belanja APBN adalah ditentukan penggunaanya oleh pemerintah daerah, dua pertiganya yang dikuasai pemerintah dan setengan bagianya untuk membiayai cicilan hutang pemerintah besama bungan pinjaman, jadi yang dapat digunakan fungsi anggaran dari APBN hanyalah sepertiga dari total belanja Negara oleh karena itu perlu pembagian tanggung jawab pelaksanaan fungsi anggaran harus menjadi sebuah pegangan. Dengan adanya pembangian fungsi anggaran antara pemerintah dan daerah maka pertumbuhan dan kemiskinan tidak lagi sepenuhnya menjadi tugas utama pemerintah yang tertuang dalam APBN tetapi juga menjadi tanggung jawab daerah yang tertuang dalam APBD
Saah satu kebijakan ekonomi makro dalam penyeenggaran keuangan Negara adalah kebijakan fiscal. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dan daerah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah dan daeah untuk membelanjakan uang tersebut untuk kegiatan pembangunan atau dengan kata lain kibijakan fiskal adalah kebijakan yang erat kaitannya dengan penerimaan dan pengeluaran pemerintah dan daerah. Kebijakan fiskal sangat tergantung kepada kondisi ekonomi makro seperti inflasi dan pengangguran. Ada 2 (dua) jenis kebijakan fiskal yang ditempuh dalam mengatasi persoalan makro ekonomi. Kebijakan ekspansi yaitu sebuah kebijakan yang diambil jika perekonomian dalam keadaan yang lesu, perekonmian yang banyak menghadapi underemployment, kapasitas produksi yang belum optimal dan angka kemiskina yang relative tinggi. Kebijakan ini selalu berprinsi pada angagaran yang deficit. Kebijakan kontraksi yaitu sebuah kebijakan yang diambil jika perekonomian dalam keadaan inflasi yang tinggi dan overemployment
Dalam pengelolaan Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sikka,kita menghadap dua pilihan sulit (trade off),sangat tergantung kepada situasi ekonomi, agenda pembangunan dan grand strategy pembangunan kabupaten Sikka yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sikka sesuai dengan Perda Nomor 14 Tahun 2008. Salah satu agenda pembangunan kabupaten Sikka adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berbasis pada sektor unggulan dengan strateginya adalah strategi sektoral yang ditunjang dengan berbagai program dan kegiatan. Kalau kita lihat dari situasi ekonomi yang ada pertumbuhan ekonomi kita mengalami peningkatan yang tidak signifikan bergerak sangat lamban bahkan mempnyai trend yang menurun,kita lihat saja pertumbuhan ekonomi Tahun 2006 sebesar 4,57, Tahun 2007 menurun menjadi sebesar 4,20,tahun 2008 menurun menjadi sebesar 3,82 dan Tahun 2009 sedikit mengaalami peningkatan menjadi 4,26, tentunya sangat berdampak pada elastisitas kesempatan kerja yang kalau dihitung setiap tahunnya < 1 artinya setiap angka pertumbuhan ekonomi belum bisa menyerap tenaga kerja yang menganggur. Disisi lain dari aspek perencanan daerah sesuai dengan RPJMD bahwa ada keinginan pemerintah untuk meningkatakan pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya dan proyeksinya pada tahun 2013 sebesar 5,3 dan angka kemiskinan paling tinggi mencapai 17,98 RTM. Dari pertimbangan ini pemerintah harus mempunyai keberanian untuk tetap berpijak pada kebijakan anggaran deficit yang terpenting deficit yang terukur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan proyeksi makro ekonomi disamping itu juga perlu upaya pemerintah untuk menggulangi deficit yaitu dengan melalui peningkatan Tax Ratio dan efisiensi