Senin, 11 Oktober 2010

Perlunya Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup di Kabupaten Sikka

Banyak sekali persoalan dalam bidang lingkungan hidup yang dihadapi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Sikka, mulai dari ketersedian dan kualitas air minum yang minim, pengelolaan persampahan yang masih amburadul, kerusakan sumber daya hayati seperti mangrove, pandang lamun dan terumbu karang, tekanan terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS), pengambilan bahan galian golongan C secara liar dan berdampak pada kerusakan lingkungan, kurangnya kesadaran masyarakat serta lemahnya pengelolaan lingkungan hidup. Sebenarnya akar permasalahan dari persoalan-persoalan di atas adalah berkaitan dengan perilaku manusia pengelola dan pemanfaat lingkungan hidup itu sendiri. Perilaku yang ideal adalah perilaku yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam memanfaatkan dan mengelola setiap sumberdaya alam yang tersedia. Pertanyaan kita adalah apakah masyarakat Kabupaten Sikka sudah memilki perilaku yang ramah lingkungan? Jawabannya adalah belum. Kalau sudah ideal perilaku kita, tentunya tidak banyak tekanan terhadap lingkungan hidup di Kabupaten Sikka. 
Kita semua pasti setuju kalau perubahan perilaku harus dilakukan. Goerge Balc (1998) dalam tulisannya yang berjudul "How to Change Behavior?" menyebutkan ada 4 (empat) strategi yang harus dilakukan, 1). information and education, 2) incentif strategy, 3) empowerment strategy, dan 4). law inforcment. Setiap orang baik sengaja maupun tidak sengaja melakukan aktifitas yang merusak lingkungan sebenarnya karena ketidaktahuannya kalau aktifitasnya itu merugikan kelangsungan hidupnya. Selain ketiga strategi lainnya, strategi pendidikan menjadi dasar untuk strategi lainnya. Pemerintah Kabupaten Sikka mungkin telah banyak melakukan ketiga strategi lainnya itu dalam pengelolaan lingkungan hidup, tapi sstrategi pendidikan belum banyak dilakukan. Penetapan sekolah-sekolah adiwiyata tanpa kegiatan-kegiatan konkrit belum bisa banyak membantu perubahan perilaku sebagaimana diharapkan.
Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup yang lebih konstruktif adalah melalui pendidikan formal, non formal dan informal. Pendidik Lingkungan Hidup formal adalah pendidikan di bidang lingkungan hidup yang diselenggarakan melalui sekolah, terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan mengengah dan pendidikan tinggi dan dilakukan terstruktur dan berjenjang dengan metode pendekatan kurikulum yang terintegrasi maupun kurikulum yang monolitik (tersendiri). Wujud konkritnya antara lain dengan memasukan mata pelajaran  muatan lokal berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Sikka. Lanjutan...
* F. Roberto Diogo*

Rabu, 29 September 2010

Surplus atau Defisit Sebuah Pilihan Kebijakan

                                                                 SURPLUS ATAU DEFISIT
                                                              SEBUAH PILIHAN KEBIJAKAN
                                                                     Adrianus F. Parera,S.E.,M.Si





Sejalan dengan terjadinya perubahan system administrasi pemerintahan akibat krisis ekonomi tahun 1997, kebijakan penganggaran mengalami perubahan yang sangat mendasar pula, kebijakan dimulai dengan penyusunan APBD sebagai akibat pemberian otonomi. APBD disusun dengan pendekatan kinerja bukan pada pendekatan berimbang.Pendekatan kinerja adalah satu system penganggaran yang berorientasi pada hasil atau output dari alokasi dana yang tersedia sesuai dengan PP 105Tahun 2000.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keungan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mempunyai beberapa fungsi yaitu fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilisasi. Berbeda dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 membedakan fungsi APBN dan APBD. Menurut ketentuan ini dalam penjelasan umum menyatakan bahwa fungsi distribusi dan stabilisasi lebih efektif dijalankan oleh pemerintah sedangkan fungsi alokasi oleh pemerintah daerah. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian.
Peranan daerah secara keseluruhan adalah sama besarnya dari segi belanja pemerintah.Sekitar sepertiga dari belanja APBN adalah ditentukan penggunaanya oleh pemerintah daerah, dua pertiganya yang dikuasai pemerintah dan setengan bagianya untuk membiayai cicilan hutang pemerintah besama bungan pinjaman, jadi yang dapat digunakan fungsi anggaran dari APBN hanyalah sepertiga dari total belanja Negara oleh karena itu perlu pembagian tanggung jawab pelaksanaan fungsi anggaran harus menjadi sebuah pegangan. Dengan adanya pembangian fungsi anggaran antara pemerintah dan daerah maka pertumbuhan dan kemiskinan tidak lagi sepenuhnya menjadi tugas utama pemerintah yang tertuang dalam APBN tetapi juga menjadi tanggung jawab daerah yang tertuang dalam APBD
Saah satu kebijakan ekonomi makro dalam penyeenggaran keuangan Negara adalah kebijakan fiscal. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dan daerah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah dan daeah untuk membelanjakan uang tersebut untuk kegiatan pembangunan atau dengan kata lain kibijakan fiskal adalah kebijakan yang erat kaitannya dengan penerimaan dan pengeluaran pemerintah dan daerah. Kebijakan fiskal sangat tergantung kepada kondisi ekonomi makro seperti inflasi dan pengangguran. Ada 2 (dua) jenis kebijakan fiskal yang ditempuh dalam mengatasi persoalan makro ekonomi. Kebijakan ekspansi yaitu sebuah kebijakan yang diambil jika perekonomian dalam keadaan yang lesu, perekonmian yang banyak menghadapi underemployment, kapasitas produksi yang belum optimal dan angka kemiskina yang relative tinggi. Kebijakan ini selalu berprinsi pada angagaran yang deficit. Kebijakan kontraksi yaitu sebuah kebijakan yang diambil jika perekonomian dalam keadaan inflasi yang tinggi dan overemployment
Dalam pengelolaan Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sikka,kita menghadap dua pilihan sulit (trade off),sangat tergantung kepada situasi ekonomi, agenda pembangunan dan grand strategy pembangunan kabupaten Sikka yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sikka sesuai dengan Perda Nomor 14 Tahun 2008. Salah satu agenda pembangunan kabupaten Sikka adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berbasis pada sektor unggulan dengan strateginya adalah strategi sektoral yang ditunjang dengan berbagai program dan kegiatan. Kalau kita lihat dari situasi ekonomi yang ada pertumbuhan ekonomi kita mengalami peningkatan yang tidak signifikan bergerak sangat lamban bahkan mempnyai trend yang menurun,kita lihat saja pertumbuhan ekonomi Tahun 2006 sebesar 4,57, Tahun 2007 menurun menjadi sebesar 4,20,tahun 2008 menurun menjadi sebesar 3,82 dan Tahun 2009 sedikit mengaalami peningkatan menjadi 4,26, tentunya sangat berdampak pada elastisitas kesempatan kerja yang kalau dihitung setiap tahunnya < 1 artinya setiap angka pertumbuhan ekonomi belum bisa menyerap tenaga kerja yang menganggur. Disisi lain dari aspek perencanan daerah sesuai dengan RPJMD bahwa ada keinginan pemerintah untuk meningkatakan pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya dan proyeksinya pada tahun 2013 sebesar 5,3 dan angka kemiskinan paling tinggi mencapai 17,98 RTM. Dari pertimbangan ini pemerintah harus mempunyai keberanian untuk tetap berpijak pada kebijakan anggaran deficit yang terpenting deficit yang terukur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan proyeksi makro ekonomi disamping itu juga perlu upaya pemerintah untuk menggulangi deficit yaitu dengan melalui peningkatan Tax Ratio dan efisiensi

Senin, 27 September 2010

Menghadapi Defisit APBD Kabupaten Sikka 2010; Merubah Situasi Defisit Menjadi Surplus

Pemerintah Kabupaten Sikka mengalami defisit sebesar 23 miliyar lebih dalam pelaksanaan APBD Tahun 2010. Banyak Program dan Kegiatan yang telah terdokumentasi sesuai proses perencanaan yang panjang, terancam batal dilaksanakan. Pemerintah Kabupaten Sikka kebingungan, dalam waktu singkat harus mencari sumber-sumber penerimaan lain yang dapat menutup defisit tersebut. Ada indikasi kekonyolan dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Kinerja yang jelek dalam sistem pengelolan keuangan daerah semacam ini sebenarnya menunjukkan kegagalan kolektif dalam mengelola pembangunan di niang Sikka tercinta ini. 
Pemerintah Daerah seharusnya memiliki kemampuan untuk memproyeksikan dan mengestimasikan secara baik mengenai kapasitas fiskalnya. Satu langkah kita berpijak seribuh langkah ke depan dalam pandangan kita, semuanya harus terantisipasi. Dalam situasi ini kita tidak perlu panik dan bingung, ada bebeapa pilihan kebijakan yang harus berani kita lakukan antara lain :
1. Melakukan efisiensi besar-besaran; dalam waktu dekat segera melakukan audit manajemen terhadap setiap kegiatan yang sedang dan akan dilaksanakan. Prinsip efisiensi menjadi fokus arahan dan rekomendasi. Setiap kegiatan yang dilelangkan harus berorientasi pada haraga terendah dengan tidak mengurangi kualitas pekerjaan / kompetisi dilakukan secara sehat. Pengelolaan kegiatan bisa saja dilakukan dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan sebagaimana model PNPM, biaya sedikit tapi hasilnya besar untuk dinikmati masyarakat. Efisiensi sangat mudah diucapkan, namun sering sulit untuk dilaksanakan. Biasanya dapat dilaksanakan apabila diberikan contoh yang dimulai dari perilaku para pimpinan daerah, pejabat politik dan para kepala SKPD. Perjalanan Dinas keluar daerah adalah kegiatan yang sangat mahal, menyerap banyak biaya, disukai hampir setiap pejabat namun manfaaat yang dihasilkan selalu tidak sesuai  dengan apa yang direncanakan. Struktur birokrasi yang  berpola maksimal membuat organisasi pemerintah daerah menjadi terlalu panjang dan melebar, sehingga dikatakan "makan ongkos" dalam penggunaan anggaran daerah. Struktur birokrasi yang dibutuhkan sesungguhnya yang minimalis tapi kaya fungsinya.
2. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan Asli Daerah; Sumber-sumber PAD yang telah ditetapkan perlu dikelola secara cermat, jujur, bertanggungjawan dan bermotivasi pada pencapaian hasil. Pejabat yang berwenang haruslah mempunyai rasa memiliki yang tinggi, tidak mudah putus asa dan juga berjiwa wirausaha. Pengelolaan PAD yang baik biasanya dimulai dengan perencanaan yang baik dan terintegrasi pula. Total Quality Control menjadi instrumen yang dibutuhkan dalam intensifikasi PAD. Ekstensifikasi PAD dapat dilakukan sejalan dengan berkembangnya tuntutan pelayanan publik. Sebagai contoh tuntutan publik akan lingkungan yang sehat, bersih dan indah atau kita katakan tuntutan akan Ruang Terbuka Hijau Kota. Mengapa tidak segera kita layani dengan kosekuensi logis ditetapkan juga semacam iuran atau retribusi lingkungan.
3. Pemerintah Kabupaten Sikka juga perlu melakukan loby-loby yang efektif, baik kepada pemerintah atasannya maupun kepada para investor daerah, nasional dan luar negeri untuk ikut serta dalam mengelola berbagai sumber daya yang tersedia di kabupaten ini secara berkelanjutan.
4. Menerapkan konsesp " Governance " dalam penyelenggaraan pembangunan. Domain Pemerintah, Swasta dan Masyarakat (NGO) bukanlah berjalan masing-masing dengan tujuannya tersendiri, namun harus dikelola sebagai suatu tindakan atau intervensi kolektif dalam membangun Kabupaten Sikka. Tumpang tindih program dan kegiatan serta pemborosan biaya dapat dihindari, karena ketiga domain di atas secara elaborasi  bersama-bersama merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan dan mengawasinya.
Dalam praktek administrasi publik di beberapa daerah di Indonesia yang telah mapan melaksanakan otonomi daerahnya, ternyata keempat pilihan kebijakan ini sesungguhnya merupakan instrumen utama.  Sudah  teruji  pula  pilihan-pilihan model kebijakan ini memberikan dampak yang signifikan bagi efektifitas dan produktifitas pengelolaan keuangan daerah, bahkan dapat merubah situasi defisit menjadi surplus.
Demikian secara sekilas beberapa yang dapat dipakai dalam pembuatan kebijakan dan keputusan-keputusan mengatasi defisit APBD.



Kabid Pemulihan dan Konservasi BLH Kab. Sikka



F. Roberto Diogo, S.Sos.,MSi.



Pemanfaatan Ruang Kabupaten Sikka Tahun 2010

PEMANFAATAN RUANG KABUPATEN SIKKA TAHUN 2010

No.
Hektar (ribu) %

Wilayah dan Lingkungan 173.191

1 Luas Ruang Terbuka Hijau (Kota) 12.486 73.56
2 Luas Wilayah Budidaya 113.892 65.76
3 Luas Wilayah Produktif 90.138 52.05
4 Luas Wilayah Industri 0.563 0.33
5 Luas Wilayah Kebanjiran 2.125 1.23
6 Luas Wilayah Kekeringan 82.492 47.63
7 Luas Wilayah Perkotaan 16.973 9.8




Sumber : BLH Kabupaten Sikka, 2010








































Kamis, 16 September 2010

BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN SIKKA

Tahun 2010 Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sikka akan membangun sumur resapan di Kota Maumere sebanyak 128 buah. Diharapkan dapat mengurangi genangan air hujan dan menampung ketersdiaan air tanah yang cukup dan berkualitas. Selain sumur resapan, juga akan dikembangkan Ruang Terbuka Hijau, rehabilitasi dan konservasi daerah sekitar mata air, pengujian kualitas air baku, dan pemeliharaan kota adipura. Pengawasan, pengendalian dan pencegahan terhadap pemanfaatan sumber daya alam yang tidak ramah lingkungan terus dilakukan. Pemanfaatan potensi sumber daya alam galian golongan C mendapat perhatian khusus karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam pemanfaatan yang berkelanjutan.Kota Maumere sebagai nominasi Kota Adipura adalah menjadi tanggungjawab Pemerintah dan Masyarakat Kabupaten Sikka untuk memelihara dan mempertahankannya. Bantaran Kali Mati sesungguhnya menjadi indikator keberhasilan dan Potret Wajah Kota Maumere. Pemerintah tentunya tidak dapat bekerja dan melakukan sendiri. Kita perlu bergandengan tangan dalam suatu tindakan kolektif untuk merubah Bantaran Kalimati Maumere menjadi suatu tempat yang indah dipandang dan sehat dihuni.